Jakarta 30 September 2016 – Minimnya kesadaran akan konsumen di Indonesia dalam mengkonsumsi produk-produk ramah lingkungan perlu sangat ditingkatkan, terlebih konusmen dirasa perlu untuk mendorong produsen untuk menciptakan budaya ramah lingkungan sehingga tanggung jawab tidak hanya dipikul oleh konsumen sebagai pengguna tetapi juga oleh produsen, Hal ini didasari oleh aktifitas pengelolaan hutan yang baik terukur dan tersertifikasi dalam pelaksanaan hasil bumi dan hasil hutan ini. Seperti diketahui hutan merupakan sumber bagi barang dan jasa yang beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia. Meskipun pada saat ini pemanfaatan hutan lebih terfokus pada hasil hutan berupa kayu, yang dinilai memiliki nilai usaha yang tinggi meskipun memberikan dampak negative yang lebih besar. Sedangkan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan dianggap kurang bernilai secara ekonomis.
Dalam kurun waktu dua decade, luas hutan produksi yang produktif di Indonesia menurun secara signifikan. Pada tahun 1993, terdapat 575 konsesi Hak Pengusahaan Hutan (alam) atau HPH dengan luas areal konsesi seluruhnya mencapai 60,1 juta ha. Namun pada tahun 2013, ada 274 konsesi HPH dengan luas hanya 20,89 juta ha, ditambah 10,1 juta ha Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan jumlah konsesi 254 HTI . Kondisi ini menjadikan kesenjangan antara kebutuhan industry pengolahan kayu dan kayu yang dihasilkan oleh HPH dan HTI. HPH diklaim hanya mampu menghasilkan 2,5 juta m3/tahun dari target 9,1 jt m3/tahun, sedangkan pada HTI targetnya 25 juta m3/tahun hanya mencapai 6,9 juta m3/tahun (APHI, 2012). Ada kecenderungan ketidaklestarian pasokan bahan baku industry berbasis kayu di Indonesia. Ini menunjukkan terjadinya degradasi hutan dan deforestasi yang cukup besar Dengan kata lain, laju kehilangan hutan alam di Indonesia tinggi dan target produksi tidak tercapai.
Skema Sertifikasi FSC telah digunakan di 190 juta hektar hutan di seluruh dunia, dan lebih dari 30.000 industri telah menggunakan Sertifikasi FSC dan angkanya meningkat terus dimana peningkatannya mencapai 81% dihitung sejak tahun 2010 dan 26% pengguna Sertifikasi FSC adalah industri di Asia, sedangkan Eropa 52% (Market Info Pack, 2015).
Hartono Prabowo, FSC Indonesia Representative, mengungkapkan “Dalam hal ini FSC Indonesia turut perlu secara aktif dalam memperkenalkan FSC bagi industri yang berkaitan dengan penggunaan hasil alam dan hutan, target pengenanalan sertifiksi FSC tidak hanya menyasar kepada produsen yang dirasa perlu ikut dalam sertifikasi FSC tetapi juga edukasi perlu dilakukan kepada konsumen agar menggunakan produk-produk yang baik serta ramah lingkungan. Konsumen cukup mudah dalam mengenali produk yang dimaksud karena setiap produk yang di produksi oleh produsen yang telah mengantongi sertifikasi FSC maka dapat memberikan label FSC disetiap kemasan produkya”.
Global Market Survey FSC 2014 terhadap pemegang sertifikat FSC menyatakan 82% mengaku nilai produknya bertambah dengan adanya sertifikat FSC, 85% menyatakan label FSC membantu mengkomunikasikan strategi CSR mereka kepada public, sedangkan 90% mendapatkan image yang positif dengan menggunakan label FSC. Keunggulan yang dimiliki FSC menyebabkan perusahaan-perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune 500 beralih menggunakan dan memproduksi produk berlabel FSC, serta menyatakan komitmennya terhadap FSC (Forest Ethics, 2011; Market Info Pack, 2015; UPM Raflatac, 2016).
Menurut survey yang dilakukan oleh Paper Impact pada tahun 2007, 9 dari 10 konsumen di Eropa lebih memilih kemasan dari kertas karena dipandang lebih ramah lingkungan. Saat ini supermarket besar di Eropa sudah melarang penggunaan kantong plastik belanja bahkan mengenakan pajak penggunaan plastik. Di Indonesia sejak 2015 Pemerintah dan supermarket besar sudah menerapkan kebijakan untuk mengurangi penggunaan kantong plastic belanja. Hal ini membuktikan penggunaan plastik di dalam retail dan industry sudah mengalami tekanan, sebaliknya kertas untuk kemasan masih memiliki keunggulan kompetitif, terlebih kertas yang digunakan memiliki label FSC yang menyatakan kejelasan asal usul bahan baku yang digunakan serta nilai ramah lingkungan dan ramah sosial yang terkandung di dalam label FSC.
Terkait kesadaran yang diinginkan oleh FSC perlu adanya upaya dalam melakukan kegiatan edukasi dan komunikasi kepada masyarakat dan dalam momentum FSC Friday yang merupakan bentuk perayaan acara setiap tahun yang diselenggarakan secara serentak di seluruh dunia ini FSC Indonesia melakuakn kegiatan kampanye yang diharapkan dapat menyasar kepada konsumen banyak dan tentunya produsen. Di Indonesia acara FSC Friday 2016 di adakan di Grand Indoesia Moulin Rouge – Skybridge Level 5 Jakarta, yang diisin dengan berbagai macam kegiatan seperti pameran dari produk-produk ramah lingkungan, lomba mewarnai bagi anak-anak, story telling, talk show terkait hutan dan pohon, penampilan Musik dari Musisi PASTO dan masih banyak lagi.
“Kami berharap dengan perhelatan tahunan FSC Friday ini dapat memberikan edukasi kepada masyarakat dalam format yang ringan dan mudah dicerna sehinga masyarakat lebih mudah untuk memahami apa dan bagaimana memillih produk ramah lingkungan, Tentunya acara ini juga diadakan berkat dukungan penuh dari para mitra FSC yang telah bersama-sama kami dalam memperkenalkan kepada masyarakat dalam memilih produk-produk ramah lingkungan khususnya produk yang telah memiliki Label FSC” Ungkap Hartono Prabowo, FSC Indonesia Representative.