Daerah aliran sungai merupakan perairan air tawar yang harus dijaga kelestariannya karena merupakan sumber air tawar yang penting bagi kelangsungan kehidupan bagi manusia, hewan dan tumbuhan.
Seminar dibuka oleh Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, I.B. Putera Parthama, Ph.D yang juga berbicara sebagai keynote speaker. Seminar tersebut dilakukan secara diskusi panel. Pembicara yang hadir adalah : Direktorat Usaha Hutan Produksi, yang diwakili oleh Yoga Prayoga, APHI, Sugianto Soewardi, Country Manager Forest Stewardship Council-Indonesia, Hartono Prabowo, Direktorat Pengendalian Kerusakan Perairan Darat Ditjen PDAS HL, Ir. Sakti Hadengganan, M.For.Sc. Dimoderatori oleh Dr. Silver Hutabarat.
Ada 8 isu penting dari seminar tersebut :
1.Para pelaku usaha khususnya yang berbasis lahan di bidang kehutanan juga harus mengedepankan kelola lingkungan dan mensinergikan pengelolaan perairan darat, dan mengintegrasikan pada pengelolaan hutan produksi lestari, namun jangan sampai menimbulkan beban bagi pelaku usaha.
2.Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Purwadi Soeprihanto dalam sambutannya menyampaikan isu bioprosperity sebagai isu penting masa kini. Salah satu isu bioprosperity adalah pengelolaan sumberdaya air di dalam kawasan hutan. Purwadi menyampaikan bahwa pengelolaan sumber daya hutan seharusnya tidak semata-mata berbasis kayu tetapi berbasis pada ekosistem. Untuk itu perlu membedah dan bereksplorasi mengenai program yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha dalam mendukung pemerintah untuk meningkatkan upaya konservasi tanah dan air dalam pengelolaan perairan darat di dalam konsesi.
3.Country Manager Forest Stewardship Council-Indonesia, Hartono Prabowo, menyampaikan peran FSC dalam mengelola hutan secara lestari. Pengelolaan hutan lestari artinya adalah yang mana pada prinsipnya pengelolaan hutan yang lestari harus memenuhi 3 aspek yaitu ramah secara lingkungan, bermanfaat secara sosial, dan berkesinambungan secara ekonomi, serta menghargai jasa lingkungan. Untuk mendukung peran itu FSC membangun sistem sertifikasi, sistem akreditasi, dan sistem pelabelan agar masyarakat mengetahui produk yang sudah menerapkan pengelolaan yang bertanggung jawab. FSC mempunyai 10 prinsip kelestarian dimana 5 prinsipnya terkait langsung dengan sumberdaya perairan. Yaitu prinsip yang mengenai masyarakat adat, manfaat hutan, dampak lingkungan, nilai konservasi tinggi, dan pengelolaan hutan tanaman.
4.Sertifikasi pengelolaan hutan lestari erat dengan pengelolaan sumberdaya perairan. Di dalam sertifikasi FSC ada 4 indicator yang berkaitan degnan sumberdaya perairan :
a.Identifikasi sumberdaya perairan dan dampak
b.Menyusun rencana pengelolaan
c.Penerapan pengelolaan
d.Pemantauan dan tindakan perbaikan.
5.Pentingnya keterpaduan antar sector agar program konservasi ini mencapai hasil. Padahal di dunia global melalui ISEAL sudah mulai dibicarakan sertifikasi landscape dengan multi skema, multi commodity. Tantangannya adalah menyeimbangkan value dari kayu, non-kayu dan jasa lingkungan.
6.Direktorat Usaha Hutan Produksi, yang diwakili oleh Yoga Prayoga melalui penyelenggaraan seminar ini, diharapkan dapat menggugah para pihak untuk segera berperan aktif dalam pengawetan sumber daya air, khususnya melalui pola-pola public-private partnership, imbal jasa lingkungan, ataupun pola-pola insentif lain berdasarkan kesepakatan sehingga dapat mempercepat laju perbaikan lingkungan guna mewujudkan pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan khususnya diareal konsesi.
7.Pemerintah melihat diskusi ini sangat penting dan perlu diperbesar lingkupnya.
8.Pemerintah menyambut baik APHI dan FSC dapat berdiskusi bersama untuk upaya perlindungan perairan darat.
9.Konservasi tanah dan air (KTA) wajib dilakukan oleh pelaku usaha yang berbasis lahan, di antaranya adalah pemegang izin konsesi pengusahaan hutan. Untuk penguatan dan percepatan pemulihan DAS khususnya pengendalian kerusakan perairan darat perlu disusun kriteria indikator di dalam sertifikasi hutan lestari baik bersifat yang mandatory maupun voluntary.